Rangkuman Materi Pedagogik Tentang Teori Kontruktivisme Untuk Persiapan AKG - Cendekiapedia -->
Rangkuman Materi Pedagogik Tentang Teori Kontruktivisme Untuk Persiapan AKG

Rangkuman Materi Pedagogik Tentang Teori Kontruktivisme Untuk Persiapan AKG

cendekiapedia.blogspot.com -  Karakteristik manusia era depan yang diharapkan tersebut adalah menusia-manusia yang miliki kepekaan, kemandirian, tanggung jawab terhadap efek didalam mengambil alih keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang tetap menerus untuk mendapatkan diri sendiri dan menjadi diri sendiri yaitu suatu proses (to) learn to be. 

Student active learning atau pendekatan cara belajar siswa aktif di didalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang mengakui sentralitas manfaat siswa di didalam proses belajar, adalah landasan yang kokoh bagi terbentuknya manusia-manusia era depan yang diharapkan. Pilihan tersebut bertolak dari kajian-kajian kritikal dan empirik di samping pilihan penduduk (Raka Joni, 1990). 

Teori Konstruktivisme

Penerapan ajaran tut wuri handayani merupakan bentuk nyata yang bermakna bagi manusia era kini didalam rangka menjemput era depan. Untuk melaksanakannya diperlukan penanganan yang memberikan perhatian terhadap aspek strategis pendekatan yang pas disaat individu belajar. 

Dengan kata lain, pendidikan ditantang untuk memusatkan perhatian terhadap terbentuknya manusia era depan yang miliki karakteristik di atas. Kajian terhadap teori belajar konstruktivistik didalam kegiatan belajar dan pembelajaran terlalu mungkin menuju kepada tujuan tersebut.


1. Konstruksi Pengetahuan

Seperti telah diuraikan terhadap bab pendahuluan, untuk memperbaiki pendidikan terutama dahulu harus menyadari bagaimana manusia belajar dan bagaimana cara mengajarnya. Ke dua kegiatan tersebut didalam rangka menyadari cara manusia mengkonstruksi pengetahuannya perihal obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa yang dijumpai sepanjang kehidupannya. 

Manusia akan melacak dan mengfungsikan halhal atau peralatan yang bisa mendukung menyadari pengalamannya. Demikian juga, manusia akan mengkonstruksi dan membentuk pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan seseorang merupakan konstruksi dari dirinya. Pada anggota ini akan dibahas teori belajar konstruktivistik kaitannya dengan pemahaman perihal apa pengetahuan itu, proses mengkonstruksi pengetahuan, serta jalinan antara pengetahuan, realitas, dan kebenaran.

Dalam pendekatan konstruktivistik, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang tengah dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah suatu hal yang telah tersedia dan tersedia dan selagi orang lain tinggal menerimanya. 

Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang tetap menerus oleh seseorang yang tiap tiap selagi mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.

Pengetahuan bukanlah suatu barang yang bisa dipindahkan dari anggapan seseorang yang telah mempunyai pengetahuan kepada anggapan orang lain yang belum miliki pengetahuan tersebut. Bila guru bermaksud untuk mentransfer konsep, ide, dan pengetahuannya perihal suatu hal kepada siswa, pentransferan itu akan diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa sendiri melalui pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri.

Proses mengkonstruksi pengetahuan. Manusia bisa menyadari suatu hal dengan mengfungsikan indranya. Melalui interaksinya dengan object dan lingkungan, seandainya dengan melihat, mendengar, menjamah, membau, atau merasakan, seseorang bisa menyadari sesuatu. 

Pengetahuan bukanlah suatu hal yang telah ditentukan, melainkan suatu hal proses pembentukan. Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan object dan lingkungannya, pengetahuan dan pemahamannya akan object dan lingkungan tersebut akan meningkat dan lebih rinci. 

Von Galserfeld (dalam Paul, S., 1996) menyampaikan bahwa tersedia lebih dari satu kemampuan yang diperlukan didalam proses mengkonstruksi pengetahuan, yaitu; 1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan lagi pengalaman, 2) kemampuan memperbandingkan dan mengambil alih ketetapan akan kesamaan dan perbedaan, dan 3) kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari terhadap lainnya.

Faktor-faktor yang termasuk memengaruhi proses mengkonstruksi pengetahuan adalah konstruksi pengetahuan seseorang yang telah ada, domain pengalaman, dan jaringan struktur kognitif yang dimilikinya. Proses dan hasil konstruksi pengetahuan yang telah dimiliki seseorang akan menjadi pembatas konstruksi pengetahuan yang akan datang. 

Pengalaman akan fenomena yang baru menjadi unsur mutlak didalam membentuk dan mengembangkan pengetahuan. Keterbatasan pengalaman seseorang terhadap suatu hal termasuk akan menghambat pengetahuannya akan hal tersebut. Pengetahuan yang telah dimiliki orang tersebut akan membentuk suatu jaringan struktur kognitif didalam dirinya.


2. Proses Belajar Menurut Teori Konstruktivistik

Pada anggota ini akan dibahas proses belajar dari pandangan konstruktivistik, dan dari aspek-aspek si-belajar, manfaat guru, layanan belajar, dan evaluasi belajar.

Proses belajar konstruktivistik. Secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berjalan satu arah dari luar ke didalam diri siswa, melainkan sebagai pertolongan arti oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara terhadap pemutahkiran struktur kognitifnya. 

Kegiatan belajar lebih dipandang dari aspek prosesnya dari terhadap aspek perolehan pengetahuan dari faktafakta yang terlepas-lepas. Proses tersebut berupa “constructing and restructuring of knowledge and skills (schemata) within the individual in a complex network of increasing conceptual consistency”. 

Pemberian arti terhadap object dan pengalaman oleh individu tersebut tidak dikerjakan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui jalinan didalam jaringan sosial yang unik, yang terbentuk baik didalam budaya kelas maupun di luar kelas. 

Oleh karena itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan terhadap pengelolaan siswa didalam memproses gagasannya, bukan hanyalah terhadap pengelolaan siswa dan lingkungan belajarnya bahkan terhadap unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang dikaitkan dengan proses penghargaan dari luar seperti nilai, ijasah, dan sebagainya. dan sebagainya.

Peranan Siswa (Si-belajar). Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dikerjakan oleh si belajar. Ia harus aktif laksanakan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan berikan arti perihal hal-hal yang tengah dipelajari. 

Guru sebetulnya bisa dan harus mengambil alih prakarsa untuk menata lingkungan yang berikan peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling memilih terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, bisa dikatakan bahwa hakekatnya kendali belajar seluruhnya tersedia terhadap siswa.

Paradigma konstruktivistik lihat siswa sebagai pribadi yang telah miliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kamampuan awal tersebut akan menjadi basic didalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. 

Oleh karena itu meskipun kemampuan awal tersebut masih amat simpel atau tidak cocok dengan pendapat guru, sebaiknya di terima dan dijadikan basic pembelajaran dan pembimbingan.  Peranan Guru. Dalam belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan mendukung agar proses pengkonstruksian belajar oleh siswa berjalan lancar. 

Guru tidak menstransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan mendukung siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut untuk lebih menyadari jalan anggapan atau cara pandang siswa didalam belajar. Guru tidak bisa mengklaim bahwa cuma satu cara yang pas adalah yang mirip dan cocok dengan kemauannya.

Peranan kunci guru didalam jalinan pedidikan adalah pengendalian yang meliputi;
  1. Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan peluang untuk mengambil alih ketetapan dan bertindak.
  2. Menumbuhkan kemampuan mengambil alih ketetapan dan bertindak, dengan menaikkan pengetahuan dan ketrampilan siswa.
  3. Menyediakan proses pertolongan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyia peluang optimal untuk berlatih.

Sarana belajar. Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa manfaat utama didalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa didalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala suatu hal seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan layanan lainnya di sediakan untuk mendukung pembentukan tersebut. 

Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya perihal suatu hal yang dihadapinya. Dengan cara demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan bisa mempertanggung jawabkan pemikirannya secara rasional.

Evaluasi belajar. Pandangan konstruktivistik menyampaikan bahwa lingkungan belajar amat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan terhadap pengalaman. 

Hal ini membangkitkan pemikiran terhadap bisnis mengevaluasi belajar konstruktivistik. Ada perbedaan penerapan evaluasi belajar antara pandangan behavioristik (tradisional) yang obyektifis dan konstruktivistik. Pembelajaran yang diprogramkan dan didesain banyak mengacu terhadap obyektifis, sedangkan Piagetian dan tugas-tugas belajar discovery lebih mengarah terhadap konstruktivistik. 

Obyektifis mengakui adanya reliabilitas pengetahuan, bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, dan tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah tersetruktur dengan rapi. Guru bertugas untuk menyampaikan pengetahuan tersebut. 

Realitas dunia dan strukturnya bisa dianalisis dan diuraikan, dan pemahaman seseorang akan dihasilkan oleh proses-proses eksternal dari struktur dunia nyata tersebut, agar belajar merupakan asimilasi obyek-obyek nyata. Tujuan para perancang dan guru-guru tradisional adalah menginterpretasikan kejadian-kejadian nyata yang akan diberikan kepada para siswanya. 

Pandangan konstruktivistik menyampaikan bahwa realitas tersedia terhadap anggapan seseorang. Manusia mengkonstruksi dan menginterpretasikannya berdasarkan pengalamannya. Konstruktivistik mengarahkan perhatiannya terhadap bagaimana seseorang mengkonstruksi pengetahuan dari pengalamannya, struktur mental, dan keyakinan yang digunakan untuk menginterpretasikan object dan peristiwaperistiwa. 

Pandangan konstruktivistik mengakui bahwa anggapan adalah instrumen mutlak didalam menginterpretasikan kejadian, obyek, dan pandangan terhadap dunia nyata, di mana interpretasi tersebut terdiri dari pengetahuan basic manusia secara individual.

Teori belajar konstruktivistik mengakui bahwa siswa akan bisa menginterpretasi-kan informasi ke didalam pikirannya, hanya terhadap konteks pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri, terhadap kebutuhan, latar belakang dan minatnya. Guru bisa mendukung siswa mengkonstruksi pemahaman representasi faedah konseptual dunia eksternal. Jika hasil belajar dikonstruksi secara individual, bagaimana mengevaluasinya?

Evaluasi belajar pandangan behavioristik tradisional lebih diarahkan terhadap tujuan belajar. Sedangkan pandangan konstruktivistik mengfungsikan goal-free evaluation, yaitu suatu konstruksi untuk menanggulangi kelemahan evaluasi terhadap tujuan spesifik. Evaluasi akan lebih obyektif jika evaluator tidak diberi informasi perihal tujuan selanjutnya. 

Jika tujuan belajar diketahui sebelum proses belajar dimulai, proses belajar dan evaluasinya akan berat sebelah. Pemberian syarat-syarat terhadap evaluasi membuat pengaturan terhadap pembelajaran. Tujuan belajar mengarahkan pembelajaran yang termasuk akan mengontrol aktifitas belajar siswa.

Pembelajaran dan evaluasi yang mengfungsikan syarat-syarat merupakan prototipe obyektifis/behavioristik, yang tidak cocok bagi teori konstruktivistik. Hasil belajar konstruktivistik lebih pas dinilai dengan metode evaluasi goal-free. 

Evaluasi yang digunakan untuk menilai hasil belajar konstruktivistik, perlu proses pengalaman kognitif bagi tujuan-tujuan konstruktivistik. Bentuk-bentuk evaluasi konstruktivistik bisa diarahkan terhadap tugas-tugas autentik, mengkonstruksi pengetahuan yang menggambarkan proses berpikir yang lebih tinggi seperti tingkat “penemuan” terhadap taksonomi Merrill, atau “strategi kognitif” dari Gagne, serta “sintesis” terhadap taksonomi Bloom. Juga mengkonstruksi pengalaman siswa, dan mengarahkan evaluasi terhadap konteks yang luas dengan berbagai perspektif.


3. Konstruksi Pengetahuan Menurut Lev Vygotsky (1896-1934)

Teori belajar kokonstruktivistik merupakan teori belajar yang di pelopori oleh Lev Vygotsky. Teori belajar ko-kontruktinvistik atau yang sering disebut sebagai teori belajar sosiokultur merupakan teori belajar yang titik tekan utamanya adalah terhadap bagaimana seseorang belajar dengan pertolongan orang lain didalam suatu zona keterbatasan dirinya yaitu Zona Proksimal Developmen (ZPD) atau Zona Perkembangan Proksimal dan mediasi. 


Di mana anak didalam perkembangannya perlu orang lain untuk menyadari suatu hal dan memecahkan masalah yang dihadapinya

Teori yang termasuk disebut sebagai teori konstruksi sosial ini menekankan bahwa intelegensi manusia berasal dari masyarakat, lingkungan dan budayanya. Teori ini termasuk menegaskan bahwa perolehan kognitif individu berjalan pertama kali melalui interpersonal (interaksi dengan lingkungan sosial) intrapersonal (internalisasi yang berjalan didalam diri sendiri).

Vygotsky berpendapat bahwa mengfungsikan alat berfikir akan membuat terjadinya perkembangan kognitif didalam diri seseorang. 

Yuliani (2005: 44) Secara tertentu menyimpulkan bahwa faedah alat berfikir menurut Vygotsky adalah:

1. Membantu memecahkan masalah
  • Alat berfikir bisa membuat seseorang untuk memecahkan masalahnya. Kerangka berfikir yang terbentuklah yang bisa memilih ketetapan yang disita oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah hidupnya.

2. Memudahkan didalam laksanakan tindakan.
  • Vygotsky berpendapat bahwa alat berfikirlah yang bisa membuat seseorang bisa memilih tindakan atau tingkah laku yang seefektif dan seefisien kemungkinan untuk menggapai tujuan.

3. Memperluas kemampuan Melalui alat berfikir
  • Setiap individu bisa memperluas wawasan berfikir dengan berbagai kegiatan untuk melacak dan mendapatkan pengetahuan yang tersedia di sekitarnya.

4. Melakukan suatu hal cocok dengan kapasitas alaminya.
  • Semakin banyak motivasi yang diperoleh maka seseorang akan tambah intens mengfungsikan alat berfikirnya dan dia akan bisa laksanakan suatu hal cocok dengan kapasitasnya.

Inti dari teori belajar kokonstruktivistik ini adalah penggunaan alat berfikir seseorang yang tidak bisa di lepaskan dari pengaruh lingkungan sosial budayanya. Lingkungan sosial budaya akan membuat tambah kompleksnya kemampuan yang dimiliki oleh tiap tiap individu.

Guruvalah berpendapat bahwa teori-teori yang menunjukkan bahwa “siswa itu sendiri yang harus secara pribadi mendapatkan dan menerapkan informasi kompleks, mengecek informasi baru dibandingkan dengan keputusan lama dan memperbaiki keputusan itu seandainya tidak cocok lagi”. 

Teori belajar kokonstruktivistik ini menekankan bahwa perubahan kognitif hanya berjalan jika konsepsi-konsepsi yang telah dimengerti diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan didalam usaha Mengenakan informasi-informasi baru. Teori belajar kokonstruktivistik meliputi tiga konsep utama, yaitu :

1. Hukum Genetik perihal Perkembangan

Perkembangan menurut Vygotsky tidak bisa hanya dilihat dari fakta-fakta atau keterampilan-keterampilan, tapi lebih dari itu, perkembangan seseorang melewati dua tataran. Tataran sosial (interpsikologis dan intermental) dan tataran psikologis (intrapsikologis). 

Di mana tataran sosial dilihat dari daerah terbentuknya lingkungan sosial seseorang dan tataran psikologis yaitu dari didalam diri orang yang bersangkutan. Teori kokonstruktivistik menenpatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai aspek primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang. 

Fungsi-fungsi mental yang tinggi dari seseorang dipercayai nampak dari kehidupan sosialnya. Sementara itu, intramental didalam hal ini dipandang sebagai derivasi atau turunan yang terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut, hal ini berjalan karena anak baru akan menyadari arti dari kegiatan sosial seandainya telah berjalan proses internalisasi. Oleh karena itu belajar dan berkembang satu kesatuan yang memilih didalam perkembangan kognitif seseorang. 

Seperti yang dikutip oleh Yuliani (2005: 44) Vygotsky meyakini bahwa kematangan merupakan prasyarat untuk kesempurnaan berfikir. Secara spesifik, tapi demikian ia tidak yakin bahwa kematangan yang berjalan secara keseluruhan akan memilih kematangan selanjutnya.

2. Zona Perkembangan Proksimal

Zona Perkembangan Proksimal/Zona Proximal Development (ZPD) merupakan konsep utama yang paling mendasar dari teori belajar kokonstruktivistik Vygotsky. Dalam Luis C. Moll (1993: 156-157), Vygotsky berpendapat bahwa tiap tiap anak didalam suatu domain mempunyai ‘level perkembangan aktual’ yang bisa dinilai dengan menguji secara individual dan potensi paling dekat bagi perkembangan domain didalam tersebut. 

Vygotsky mengistilahkan perbedaan ini berada di antara dua level Zona Perkembangan Proksimal, Vygotsky mendefinisikan Zona Perkembangan Proksimal sebagai jarak antara level perkembangan aktual seperti yang ditentukan untuk memecahkan masalah secara individu dan level perkembangan potensial seperti yang ditentukan melalui pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau didalam kolaborasi dengan rekan sebaya yang lebih mampu. 

Zona Perkembangan Proksimal paling dekat adalah ide bahwa siswa belajar konsep paling baik seandainya konsep itu berada terhadap zona perkembangan paling dekat mereka (Guruvalah). Sedangkan Marysia (2003) didalam makalahnya menunjukkan bahwa “ZPD merupakan suatu wilayah aktifitas-aktifitas di mana individu bisa mengemudikan dengan kawan-kawan sebaya, orang-orang dewasa, ataupun orang yang lebih pakar yang miliki kemampuan lebih”. 

Pandangan Vygotsky perihal jalinan antara rekan sebaya dan pencontohan adalah cara-cara mutlak untuk memfasilitasi perkembangan kognitif individu dan kemahiran pengetahuan. Dalam makalah lain, Julia berpendapat bahwa “ZPD merupakan level perkembangan yang dicapai disaat anak-anak turut serta didalam tingkah laku sosial”. Hal ini bisa diambil kesimpulan bahwa perkembangan penuh ZPD bergantung terhadap jalinan sosial yang penuh, di mana keahlian bisa diperoleh dengan bimbingan oraang dewasa atau kolaborasi antar rekan sebaya ataupun orang yang lebih faham melampaui apa yang difahaminya.

Vygotsky menyampaikan tersedia empat tahapan ZPD yang berjalan didalam perkembangan dan pembelajaran, yaitu: 
  • Tahap 1 : Tindakan anak masih dipengaruhi atau dibantu orang lain. Seorang anak yang masih dibantu Mengenakan baju, sepatu dan kaos kakinya disaat akan berangkat ke sekolah ketergantungan anak terhadap orang tua dan pengasuhnya begitu besar, tapi ia puas perhatikan cara kerja yang ditunjukkan orang dewasa 
  • Tahap 2 : Tindakan anak yang didasarkan atas inisiatif sendiri. Anak terasa berkeinginan untuk mencoba Mengenakan baju, sepatu dan kaos kakinya sendiri tapi masih sering tidak benar Mengenakan sepatu antara kiri dan kanan. Memakai bajupun masih perlu selagi yang lama karena tidak benar memasangkan kancing. 
  • Tahap 3 : Tindakan anak berkembang spontan dan terinternalisasi. Anak terasa laksanakan suatu hal tanpa adanya perintah dari orang dewasa. Setiap pagi sebelum berangkat ia telah terasa faham perihal apa saja yang harus dilakukannya, seandainya Mengenakan pakaian lantas kaos kaki dan sepatu. 
  • Tahap 4 : Tindakan anak spontan akan tetap diulang-ulang hingga anak siap untuk berfikir abstrak.

Terwujudnya tabiat yang otomatisasi, anak akan segera bisa laksanakan suatu hal tanpa semisal tapi didasarkan terhadap pengetahuannya didalam mengingat rangkaian suatu kegiatan. Bahkan ia bisa menceritakan lagi apa yang dilakukannya selagi ia hendak berangkat ke sekolah.

Pada empat tahapan ini bisa diambil kesimpulan bahwa. Seseorang akan bisa laksanakan suatu hal yang pada mulanya tidak bisa dia laksanakan dengan pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa maupun rekan sebayanya yang lebih berkompeten terhadap hal tersebut.

3. Mediasi

Mediasi merupakan gejala atau lambang-lambang yang digunakan seseorang untuk menyadari suatu hal di luar pemahamannya. 

Ada dua style mediasi yang bisa memengaruhi pembelajaran yaitu, 
  • (1) tema mediasi semiotik di mana gejala atau lambang-lambang yang digunakan seseorang untuk menyadari suatu hal diluar pemahamannya ini didapat dari hal yang belum tersedia di kurang lebih kita, lantas dibikin oleh orang yang lebih faham untuk mendukung mengkontruksi pemikiran kami dan akhirnya kami menjadi faham terhadap hal yang dimaksudkan; 
  • (2) scoffalding di mana gejala atau lambang-lambang yang digunakan seseorang untuk menyadari suatu hal di luar pemahamannya ini didapat dari hal yang sebetulnya telah tersedia di suatu lingkungan, lantas orang yang lebih faham perihal gejala atau lambang-lambang tersebut akan mendukung mengatakan kepada orang yang belum faham agar menjadi faham terhadap hal yang dimaksudkan.

Kunci utama untuk menyadari proses sosial psikologis adalah gejala atau lambang-lambang yang berguna sebagai mediator. Tanda-tanda atau lambang-lambang tersebut sebetulnya merupakan produk dari lingkungan sosiokultural di mana seseorang berada.

Berdasarkan teori Vygotsky Yuliani (2005: 46) menyimpulkan lebih dari satu hal yang harus untuk diperhatikan didalam proses pembelajaran, yaitu:
  • Dalam kegiatan pembelajaran hendaknya anak mendapatkan peluang yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proksimalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang.
  • Pembelajaran harus dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya dari terhadap perkembangan aktualnya.
  • Pembelajaran lebih diarahkan terhadap penggunaan siasat untuk mengembangkan kemampuan intermentalnya daripada kemampuan intramentalnya.
  • Anak diberikan peluang yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural untuk laksanakan tugas-tugas dan memecahkan masalah
  • Proses Belajar dan pembelajaran tidak hanyalah berupa transferal tapi lebih merupakan ko-konstruksi

Dalam teori belajar kokonstruktivistik ini, pengetahuan yang dimiliki seseorang berasal dari sumber-sumber sosial yang terdapat di luar dirinya. Untuk mengkonstruksi pengetahuan, diperlukan manfaat aktif dari orang tersebut. Pengetahuan dan kemampuan tidak datang dengan sendirinya, tapi harus diusahakan dan dipengaruhi oleh orang lain. 

Prinsip-prinsip utama teori belajar kokonstruktivistik yang banyak digunakan didalam pendidikan menurut Guruvalah:
  • 1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif
  • 2. Tekanan proses belajar mengajar terdapat terhadap Siswa
  • 3. Mengajar adalah mendukung siswa belajar
  • 4. Tekanan didalam proses belajar lebih terhadap proses dan bukan terhadap hasil belajar
  • 5. Kurikulum menekankan terhadap partisipasi siswa
  • 6. Guru adalah fasilitator

Dapat diambil kesimpulan bahwa didalam teori belajar kokonstruktivistik, proses belajar tidak bisa dipisahkan dari aksi (aktivitas) dan interaksi, karena persepsi dan kegiatan berjalan seiring secara dialogis. Belajar merupakan proses penciptaan arti sebagai hasil dari pemikiran individu melalui jalinan didalam suatu konteks sosial. Dalam hal ini, tidak tersedia perwujudan dari suatu kenyataan yang bisa dianggap lebih baik atau benar. 

Vygotsky yakin bahwa banyak variasi perwujudan dari kenyataan digunakan untuk banyak variasi tujuan didalam konteks yang berbeda-beda. Pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari kegiatan di mana pengetahuan itu dikonstruksikan, dan di mana arti diciptakan, serta dari komunitas budaya di mana pengetahuan didiseminasikan dan diterapkan. Melalui aktivitas, jalinan sosial, tersebut penciptaan arti terjadi.

Penulis @hakimlfc13
Sumber Buku kuliah, internet

Artikel Terkait

Buka Komentar
Tutup Komentar

0 Response to "Rangkuman Materi Pedagogik Tentang Teori Kontruktivisme Untuk Persiapan AKG"

Post a Comment

PERHATIAN

- Mohon untuk tidak berkomentar dengan bahasa yang kasar, menyebarkan spam dan berbau konten dewasa.
- Berkomentarlah sesuai pembahasan yang terkait konten saja.

- Kalau pun ada keluhan, semisal kesulitan mengunduh file yang ada, maka kamu bisa membaca dahulu step by step caranya.
- Kalau ada link mati/broken link, bisa segera melapor admin dengan kontak media sosial yang dicantumkan (wasap, twitter or fb).
- Semua file yang tersedia gratis tidak diperjual belikan oleh admin.

Semoga selalu bahagia.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel