Rangkuman Materi Pedagogik Tentang Teori Behavioristik untuk Menghadapi AKG - Cendekiapedia -->
Rangkuman Materi Pedagogik Tentang Teori Behavioristik untuk Menghadapi AKG

Rangkuman Materi Pedagogik Tentang Teori Behavioristik untuk Menghadapi AKG

cendekiapedia.blogspot.com - Oke selamat pagi sobat Cendekiapedia, nah kali ini demi menghadapi AKG saya akan membagikan sedikit materi yang saya dapat selama menempuh pendidikan S1 terkait Teori Behavioristik.

Sebelum belajar tentang Teori Behavioristik, ada baik itu Bapak Ibu Guru sobat Cendekiapedia mengetahui apa itu belajar, sebab teori ini erat sekali hubungannya dengan belajar, lalu apa itu belajar? Mari simak penjelasannya. 

Teori Behavioristik

1. Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik

Menurut teori behavioristik, studi adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari terdapatnya pertalian antara semangat dan respon.

Dengan kata lain, studi merupakan wujud perubahan yang dialami siswa didalam perihal kemampuannya untuk bertingkah laku bersama dengan langkah yang baru sebagai hasil pertalian antara semangat dan respon. Seseorang dianggap udah studi sesuatu kecuali ia sanggup memperlihatkan perubahan tingkah lakunya.

Sebagai contoh, siswa belum sanggup berhitung perkalian. Walaupun ia udah mengupayakan giat dan gurunya udah mengajarkan bersama dengan tekun, namun kecuali anak selanjutnya belum sanggup mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar. Karena ia belum sanggup memperlihatkan perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar.

Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang bersifat semangat dan keluaran atau output yang bersifat respons.

Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa andaikan daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara-cara tertentu, untuk mendukung studi siswa, sedangkan respon adalah reaksi atau respon siswa terhadap semangat yang diberikan oleh guru

Menurut teori behavioristik, apa yang berlangsung di antara semangat dan respon dianggap tidak penting diperhatikan gara-gara tidak sanggup diamati dan tidak sanggup diukur. Yang sanggup diamati sekedar semangat dan respons.

Oleh gara-gara itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus), dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons), sepenuhnya harus sanggup diamati dan sanggup diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, gara-gara pengukuran merupakan suatu perihal yang penting untuk melihat berlangsung tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Faktor lain yang termasuk dianggap penting oleh aliran behaviotistik adalah segi penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang sanggup memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon bakal makin kuat. Begitu termasuk andaikan penguatan dikurangi (negative reinforcement) responpun bakal selamanya dikuatkan.

Misalnya, dikala siswa diberi tugas oleh guru, dikala tugasnya ditambahkan maka ia bakal makin giat belajarnya. Maka menambahkan tugas selanjutnya merupakan penguatan positif (positive reinforcement) didalam belajar. 

Bila tugas-tugas dikurangi dan pengurangan ini justru tingkatkan aktivitas belajarnya, maka pengurangan tug mas merupakan penguatan negatif (negative reinforcement) didalam belajar. Jadi penguatan mmmmmmtt suatu wujud semangat yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk amat mungkin terjadinya respons.

Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skiner. Padatt dasarnya para penganut aliran behavioristik sepakat bersama dengan pengertian studi di atas, tersedia sebagian perbedaan pendapat di antara mereka.

Teori Belajar Menurut Edward Lee Thorndike (1874-1949)

Menurut Thorndike, studi adalah proses pertalian antara semangat dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang sanggup merangsang terjadinya aktivitas studi seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang sanggup ditangkap melalui alat indera.

Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan siswa dikala belajar, yang termasuk sanggup bersifat pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Dari definisi studi selanjutnya maka menurut Thorndike perubahan tingkah laku akibat dari aktivitas studi itu sanggup berujud kongkrit yaitu yang sanggup diamati, atau tidak kongkrit yaitu yang tidak sanggup diamati.

Meskipun aliran behaviorisme terlampau mengutamakan pengukuran, namun ia tidak sanggup menyebutkan bagaimana langkah mengukur tingkah laku-tingkah laku yang tidak sanggup diamati. Namun demikian, teorinya udah banyak menambahkan kesimpulan dan gagasan kepada tokoh-tokoh lain yang singgah kemudian. Teori Thorndike ini disebut termasuk sebagai aliran Koneksionisme (Connectionism).

Teori Belajar Menurut Watson (1878-1958)

Watson adalah seorang tokoh aliran behavioristik yang singgah sehabis Thorndike. Menurutnya, studi adalah proses pertalian antara semangat dan respon, namun semangat dan respon yang dimaksud harus bersifat tingkah laku yang sanggup diamati (observabel) dan sanggup diukur.

Dengan kata lain, walaupun ia mengakui terdapatnya perubahan-perubahan mental didalam diri seseorang sepanjang proses belajar, namun ia berpikiran hal-hal selanjutnya sebagai segi yang tak harus diperhitungkan.

Ia selamanya mengakui bahwa perubahan-perubahan mental didalam benak siswa itu penting, namun semua itu tidak sanggup menyebutkan apakah seseorang udah studi atau belum gara-gara tidak sanggup diamati.

Watson adalah seorang behavioris murni, gara-gara kajiannya tentang studi disejajarkan bersama dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang terlampau berorientasi terhadap pengalaman empirik semata, yaitu sejauh sanggup diamati dan sanggup diukur. 

Asumsinya bahwa, hanya bersama dengan langkah demikianlah maka bakal sanggup diramalkan perubahan-perubahan apa yang bakal berlangsung sehabis seseorang melakukan tindak belajar. 

Teori Belajar Menurut Clark Leaonard Hull (1884-1952)

Clark Hull termasuk memanfaatkan variabel pertalian antara semangat dan respon untuk menyebutkan pengrtian tentang belajar. Namun ia terlampau tergoda oleh teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin.

Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua kegunaan tingkah laku berfaedah khususnya untuk memelihara kelangsungan hidup manusia. Oleh gara-gara itu, teori Hull menyebutkan bahwa keperluan biologis dan pemuasan keperluan biologis adalah penting dan menduduki posisi sentral didalam semua aktivitas manusia, supaya semangat didalam belajarpun nyaris selamanya dikaitkan bersama dengan keperluan biologis, walaupun respon yang bakal muncul mungkin sanggup bermacam-macam bentuknya.

Dalam kenyataannya, teori-teori demikianlah tidak banyak digunakan didalam kehidupan praktis, khususnya sehabis Skinner memperkenalkan teorinya. Namun teori ini masih kerap dipergunakan didalam bermacam eksperimen di laboratorium.

Teori Belajar Menurut Edwin Ray Guthrie (1886-1959)

Demikian termasuk bersama dengan Edwin Guthrie, ia termasuk memanfaatkan variabel pertalian semangat dan respon untuk menyebutkan terjadinya proses belajar. Namun ia memberikan bahwa semangat tidak harus berhubungan bersama dengan keperluan atau pemuasan biologis sebagaimana yang dijelaskan oleh Clark dan Hull.

Dijelaskannya bahwa pertalian antara semangat dan respon condong hanya bersifat sementara, oleh gara-gara itu didalam aktivitas studi siswa harus sesering mungkin diberikan semangat supaya pertalian antara semangat dan respon bersifat lebih tetap.

Ia termasuk mengemukakan, supaya respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka dibutuhkan bermacam macam semangat yang berhubungan bersama dengan respon tersebut.

Guthrie termasuk yakin bahwa hukuman (punishment) memegang manfaat penting didalam proses belajar. Hukuman yang diberikan terhadap pas yang pas bakal sanggup mempengaruhi kebiasaan dan tingkah laku seseorang. Namun sehabis Skinner memberikan dan mempopulerkan bakal pentingnya penguatan (reinforcemant) didalam teori belajarnya, maka hukuman tidak ulang dipentingkan didalam belajar.

Teori Belajar Menurut Burrhusm Frederic Skinner (1904-1990)

Skinner merupakan tokoh behavioristik yang paling banyak dipebincangkan, konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang studi sanggup mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia sanggup menyebutkan konsep studi secara sederhana, namun sanggup memperlihatkan konsepnya tentang studi secara lebih komprehensif.

Menurut Skinner, pertalian antara semangat dan respon yang berlangsung melalui pertalian didalam lingkungannya bakal menyebabkan perubahan tingkah laku.

Pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang bakal saling berinteraksi dan pertalian antara stimulus-stimulus selanjutnya bakal mempengaruhi wujud respon yang bakal diberikan.

Demikian termasuk bersama dengan respon yang dimunculkan inipun bakal mempunyai konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang terhadap gilirannya bakal mempengaruhi atau menjadi pertimbangan timbulnya perilaku.

Oleh gara-gara itu, untuk paham tingkah laku seseorang secara benar, harus khususnya dahulu paham pertalian antara semangat satu bersama dengan lainnya, dan juga paham respon yang mungkin dimunculkan dan bermacam konsekuensi yang mungkin bakal timbul sebagai akibat dari respon tersebut.

Skinner termasuk memberikan bahwa bersama dengan memanfaatkan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menyebutkan tingkah laku hanya bakal tingkatkan rumitnya masalah. Sebab, tiap-tiap alat yang digunakan harus penjelasan lagi, demikianlah seterusnya.

Pandangan teori studi behavioristik ini memadai lama dianut oleh para guru dan pendidik. Namun dari semua pendukung teori ini, teori Skinerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan teori studi behavioristik.

Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul, dan program-program pembelajaran lain yang berpijak terhadap konsep pertalian stimulus–respons dan juga mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori studi yang dikemukakan oleh Skiner.

Teori behavioristik banyak dikritik gara-gara kerap kali tidak sanggup menyebutkan keadaan studi yang kompleks, gara-gara banyak variable atau hal-hal yang terkait bersama dengan pendidikan dan/atau studi yang tidak sanggup diubah menjadi sekedar pertalian semangat dan respon.

Contohnya, seorang siswa bakal sanggup studi bersama dengan baik sehabis diberi semangat tertentu. Tetapi sehabis diberi semangat ulang yang serupa bahkan lebih baik, ternyata siswa selanjutnya tidak mau studi lagi. Di sinilah persoalannya, ternyata teori behavioristik tidak sanggup menyebutkan alasanalasan yang mengacaukan pertalian antara semangat dan respon ini.

Namun teori behavioristik sanggup mengganti semangat satu bersama dengan semangat lainnya dan sesudah itu hingga respon yang di inginkan muncul. Namun demikian, persoalannya adalah bahwa teori behavioristik tidak sanggup menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara semangat yang diberikan bersama dengan responnya.

Sebagai contoh, semangat terlampau berpengaruh didalam proses belajar. Pandangan behavioristik menyebutkan bahwa banyak siswa termotivasi terhadap kegiatan-kegiatan di luar kelas (bermain video-game, berlatih atletik), namun tidak termotivasi mengerjakan tugas-tugas sekolah. Siswa selanjutnya mendapatkan pengalaman penguatan yang kuat terhadap kegiatan-kegiatan di luar pelajaran, namun tidak mendapatkan penguatan didalam aktivitas studi di kelas.

Pandangan behavioristik tidak sempurna, tidak cukup sanggup menyebutkan terdapatnya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka mempunyai pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak sanggup menyebutkan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, termasuk didalam menentukan tugas terlampau tidak serupa tingkat kesulitannya.

Pandangan behavioristik hanya mengakui terdapatnya semangat dan respon yang sanggup diamati. Mereka tidak menyimak terdapatnya pengaruh asumsi atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.

Teori behavioristik termasuk condong mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa studi merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu mempunyai siswa menuju atau menggapai obyek tertentu, supaya menjadikan siswa untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.

Padahal banyak segi yang berpengaruh didalam hidup ini yang mempengaruhi proses belajar. Jadi pengertian studi tidak sesederhana yang digambarkan oleh teori behavioristik.

Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menyarankan digunakannya hukuman didalam aktivitas belajar. Namun apa yang mereka sebut bersama dengan penguat negatif (negative reinforcement) condong membatasi siswa untuk bebas berpikir dan berimajinasi.

Menurut Guthrie hukuman memegang manfaat penting didalam proses belajar. Namun tersedia sebagian alasan mengapa Skinner tidak sependapat bersama dengan Guthrie, yaitu

  1. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku terlampau bersifat sementara.
  2. Dampak psikologis yang jelek mungkin bakal terkondisi (menjadi anggota dari jiwa si terhukum) andaikan
  3. hukuman berlangsung lama.
  4. Hukuman mendorong si terhukum mencari langkah lain (meskipun keliru dan buruk) supaya ia terbebasdari hukuman.

Dengan kata lain, hukuman sanggup mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang terkadang lebih jelek dari terhadap kekeliruan yang diperbuatnya.

Skinner lebih yakin kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak serupa bersama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terdapat terhadap andaikan hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) supaya respon yang bakal muncul tidak serupa bersama dengan respon yang udah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi supaya respon yang serupa menjadi makin kuat.

Misalnya, seorang siswa harus dihukum gara-gara melakukan kesalahan. Jika siswa selanjutnya masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi kecuali sesuatu yang tidak mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguat negatif. 

Lawan dari penguat negatif adalah penguat positif (positive reinforcement). Keduanya punya tujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah bahwa penguat positif itu ditambah, sedangkan penguat negatif adalah dikurangi supaya memperkuat respons.

2. Aplikasi Teori Behavioristik didalam Kegiatan Pembelajaran

Aliran psikologi studi yang terlampau besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikkan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini mengutamakan terhadap terbentuknya tingkah laku yang nampak sebagai hasil belajar.

Teori behavioristik bersama dengan type pertalian stimulusresponnya, mendudukkan orang yang studi sebagai individu yang pasif. Respons atau tingkah laku khusus sanggup dibentuk gara-gara dikondisi bersama dengan langkah khusus bersama dengan memanfaatkan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya tingkah laku bakal makin kuat andaikan diberikan reinforcement, dan bakal menghilang andaikan dikenai hukuman.

Istilah-istilah seperti pertalian stimulus-respon, individu atau siswa pasif, tingkah laku sebagai hasil studi yang tampak, pembentukan tingkah laku (shaping) bersama dengan penataan keadaan secara ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang terlampau penting didalam teori behavioristik.

Teori ini hingga saat ini masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini nampak bersama dengan paham terhadap penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok bermain, Taman Kanak-kanak, Sekolah-Dasar, Sekolah Menengah, bahkan hingga di Perguruan Tinggi, pembentukan tingkah laku bersama dengan langkah drill (pembiasaan) disertai bersama dengan reinforcement atau hukuman masih kerap dilaksanakan

Aplikasi teori behavioristik didalam aktivitas pembelajaran terkait dari sebagian perihal seperti; obyek pembelajaran, pembawaan materi pelajaran, karakteristik siswa, sarana dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak terhadap teori behavioristik melihat bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.

Pengetahuan udah terstruktur bersama dengan rapi, supaya studi adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang studi atau siswa. Siswa diinginkan bakal mempunyai pemahaman yang serupa terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.

Fungsi mind atau asumsi adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang udah tersedia melalui proses berpikir yang sanggup dianalisis dan dipilah, supaya makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.

Karena teori behavioristik melihat bahwa sebagai sesuatu yang tersedia di dunia nyata udah tersetruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang studi harus dihadapkan terhadap aturan-aturan yang paham dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. 

Pembiasaan dan disiplin menjadi terlampau esensial didalam belajar, supaya pembelajaran lebih banyak dikaitkan bersama dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan didalam menambahkan pengetahuan dikategorikan sebagai kekeliruan yang harus dihukum, dan keberhasilan studi atau kemampuan dikategorikan sebagai wujud tingkah laku yang pantas diberi hadiah.

Demikian juga, ketaatan terhadap ketetapan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa atau siswa adalah object yang harus berperilaku cocok bersama dengan aturan, supaya kontrol studi harus dipegang oleh proses yang berada di luar diri siswa.

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan terhadap menambahkan pengetahuan, sedangkan studi sebagai aktivitas “mimetic”, yang menuntut siswa untuk mengutarakan ulang pengetahuan yang udah dipelajari didalam wujud laporan, kuis, atau tes. Penyajian mengisi atau materi pelajaran mengutamakan terhadap ketrampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta ikuti rangkaian dari anggota ke keseluruhan.

Pembelajaran ikuti rangkaian kurikulum secara ketat, supaya aktivitas studi lebih banyak didasarkan terhadap buku teks/buku harus bersama dengan penekanan terhadap ketrampilan mengutarakan ulang mengisi buku teks/buku harus tersebut. 

Thorndike (Schunk, 2012) kemudian merumuskan peran yang harus dilaksanakan guru didalam proses pembelajaran, yaitu:

  1. Membentuk kebiasaan siswa. Jangan berharap kebiasaan itu bakal terbentuk bersama dengan sendirinya
  2. Berhati hati jangan smpai membentuk kebiasaan yang nantinya harus diubah. Karena membuat perubahan kebiasaan yang udah terbentuk adalah perihal yang terlampau sulit.
  3. Jangan membentuk dua atau lebih kebiasaan, kecuali satu kebiasaan saja udah memadai
  4. Bentuklah kebiasaan bersama dengan langkah yang cocok bersama dengan bagaimana kebiasaan itu bakal digunakan.

Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi mengutamakan terhadap respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan umumnya memanfaatkan paper plus pencil test. Evaluasi hasil studi menuntut satu jawaban benar. Maksudnya, andaikan siswa menjawab secara “benar” cocok bersama dengan keinginan guru, perihal ini memperlihatkan bahwa siswa udah menyelesaikan tugas belajarnya.

Evaluasi studi dipandang sebagai anggota yang terpisah dari aktivitas pembelajaran, dan umumnya dilaksanakan sehabis selesai aktivitas pembelajaran. Teori ini mengutamakan evaluasi terhadap kemampuan siswa secara individual.

Salah satu contoh pembelajaran behavioristik adalah pembelajaran terprogram (PI/Programmed Instruction), di mana pembelajaran terprogram ini merupakan pengembangan dari prinsip-prinsip pembelajaran Operant conditioning yang di bawa oleh Skinner. Dalam Schunk (2012) PI melibatkan sebagian prinsip pembelajaran.

Dalam pembelajaran terprogram, materi dibagi menjadi frame-frame secara berurutan yang tiap-tiap frame menambahkan informasi didalam potongan kecil dan dilengkapi bersama dengan test yang bakal direspon oleh siswa.

Pada jaman moderen ini, aplikasi teori behavioristik berkembang terhadap pembelajaran bersama dengan powerpoint dan multimedia. Dalam pembelajaran bersama dengan powerpoint, pembelajaran condong berlangsung satu arah.

Materi disampaikan didalam wujud powerpoint yang udah disusun secara rinci. Sementara itu terhadap pembelajaran bersama dengan multimedia, siswa diinginkan mempunyai pemahaman yang serupa bersama dengan pengembang, materi disusun bersama dengan perencanaan yang rinci dan ketat bersama dengan rangkaian yang jelas, latihan yang diberikan pun condong mempunyai satu jawaban benar.

Feedback terhadap pembelajaran bersama dengan multimedia condong diberikan sebagai penguatan didalam tiap-tiap soal, perihal ini serupa bersama dengan program pembelajaran yang dulu dikembangkan Skinner (Collin, 2012), di mana Skinner mengembangkan type pembelajaran yang disebut “teaching machine” yang menambahkan feedback kepada siswa andaikan menambahkan jawaban benar didalam tiap-tiap tahapan dari pertanyaan test, bukan sekedar feedback terhadap akhir test.

Sekian dulu pembahasan terkait terori behavioristic, semoga bermanfaat bagi yang sedang mencari rangkuman ini baik itu mahasiswa, guru dan yang lainnya.

Penulis @hakimlfc13
Sumber buku teori pembelajaran, internet

Artikel Terkait

Buka Komentar
Tutup Komentar

0 Response to "Rangkuman Materi Pedagogik Tentang Teori Behavioristik untuk Menghadapi AKG"

Post a Comment

PERHATIAN

- Mohon untuk tidak berkomentar dengan bahasa yang kasar, menyebarkan spam dan berbau konten dewasa.
- Berkomentarlah sesuai pembahasan yang terkait konten saja.

- Kalau pun ada keluhan, semisal kesulitan mengunduh file yang ada, maka kamu bisa membaca dahulu step by step caranya.
- Kalau ada link mati/broken link, bisa segera melapor admin dengan kontak media sosial yang dicantumkan (wasap, twitter or fb).
- Semua file yang tersedia gratis tidak diperjual belikan oleh admin.

Semoga selalu bahagia.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel