Ini Pasal-pasal Kontroversial dalam Bab Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja dan Manfaatnya - Cendekiapedia -->
Ini Pasal-pasal Kontroversial dalam Bab Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja dan Manfaatnya

Ini Pasal-pasal Kontroversial dalam Bab Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja dan Manfaatnya

cendekiapedia.blogspot.com - Di tengah lantangnya penolakan beraneka elemen masyarakat sipil, omnibus law RUU Cipta Kerja resmi disahkan menjadi undang-undang melalui rapat paripurna DPR RI, Senin (5/10/2020).  

UU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal. Di dalamnya sesuaikan perihal ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.  Pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, RUU Cipta Kerja diperlukan untuk menambah efektivitas birokrasi dan memperbanyak lapangan kerja.  

Masa tolak uu cipta kerja

Menurut dia, RUU Cipta Kerja dapat beri tambahan fungsi bagi masyarakat dan pemerintah.  

"Kita butuh penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi. Untuk itu, diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi lebih dari satu undang-undang yang menahan pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja," ujar Airlangga.  

"UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi," lanjut dia.  Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, UU Cipta Kerja dapat sanggup membangun ekosistem mengupayakan yang lebih baik.  

Menurut Puan, pembahasan UU Cipta Kerja yang dimulai DPR dan pemerintah sejak April hingga Oktober dilakukan secara transparan dan cermat. Dia menegaskan, muatan UU Cipta Kerja utamakan kepentingan nasional.  

Apa itu UU Cipta Kerja

"RUU ini sudah sanggup diselesaikan oleh pemerintah dan DPR melalui pembahasan yang intensif dan dilakukan secara terbuka, cermat, dan utamakan kepentingan nasional, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang," kata dia.  

Kompasdotcom mencatat lebih dari satu pasal mempunyai masalah dan kontroversial dalam Bab IV perihal Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja, di antaranya sebagai berikut:  

Pasal 59 

UU Cipta Kerja menghapus ketentuan perihal jangka pas perjanjian kerja pas spesifik (PKWT) atau pekerja kontrak. 

Pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja menyebutkan, keputusan lebih lanjut perihal type dan pembawaan atau kesibukan pekerjaan, jangka waktu, dan batas pas perpanjangan perjanjian kerja pas spesifik diatur bersama ketentuan pemerintah.  

Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan sesuaikan PKWT sanggup diselenggarakan paling lama dua tahun dan cuma boleh diperpanjang satu kali untuk jangka pas paling lama satu tahun. Ketentuan baru ini berpotensi beri tambahan kekuasaan dan keleluasaan bagi pebisnis untuk menjaga standing pekerja kontrak tanpa batas.  

Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan sesuaikan PKWT sanggup diselenggarakan paling lama dua tahun dan cuma boleh diperpanjang satu kali untuk jangka pas paling lama satu tahun. Ketentuan baru ini berpotensi beri tambahan kekuasaan dan keleluasaan bagi pebisnis untuk menjaga standing pekerja kontrak tanpa batas.  

Pasal 79 

Hak pekerja meraih hari libur dua hari dalam satu pekan yang di awalnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan dipangkas.  Pasal 79 ayat (2) huruf (b) mengatur, pekerja perlu diberikan pas istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu pekan.  

Selain itu, Pasal 79 terhitung menghapus kewajiban perusahaan beri tambahan istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang sudah bekerja sepanjang enam tahun berturut-turut dan berlaku tiap kelipatan masa kerja enam tahun.  

Pasal 79 ayat (3) cuma sesuaikan bantuan cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja sepanjang 12 bulan secara terus-menerus.  

Pasal 79 Ayat (4) menyatakan, pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, ketentuan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. 

Kemudian, Pasal 79 ayat (5) menyebutkan, perusahaan spesifik sanggup beri tambahan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, ketentuan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.  

Pasal 88 

UU Cipta Kerja merubah kebijakan mengenai pengupahan pekerja.  

Pasal 88 Ayat (3) yang dicantumkan pada dalam Bab Ketenagakerjaan cuma menyebut tujuh kebijakan pengupahan yang di awalnya ada 11 dalam UU Ketenagakerjaan.  

Tujuh kebijakan itu, yakni upah minimum; struktur dan skala upah; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja dan/atau tidak jalankan pekerjaan dikarenakan alasan tertentu; bentuk dan langkah pembayaran upah; hal-hal yang sanggup diperhitungkan bersama upah; dan upah sebagai basic perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.  

Beberapa kebijakan mengenai pengupahan yang dihilangkan melalui UU Cipta Kerja tersebut, antara lain upah dikarenakan mobilisasi hak pas istirahat kerjanya, upah untuk pembayaran pesangon, serta upah untuk perhitungan pajak penghasilan.  

Pasal 88 Ayat (4) sesudah itu menyatakan, "Ketentuan lebih lanjut perihal kebijakan pengupahan diatur bersama Peraturan Pemerintah".  

Pasal-pasal UU Ketenagakerjaan yang dihapus  

Aturan perihal sanksi bagi pebisnis yang tidak membayarkan upah cocok keputusan dihapus melalui UU Cipta Kerja.  

Pasal 91 ayat (1) UU Ketenagakerjaan sesuaikan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pebisnis dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah berasal dari keputusan pengupahan yang ditetapkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.  

Kemudian Pasal 91 ayat (2) menyatakan, dalam perihal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan bersama ketentuan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pebisnis perlu membayar upah pekerja/buruh menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.  

Selain dicantumkan pada Pasal 91, ketentuan soal larangan membayarkan besaran upah di bawah keputusan terhitung dijelaskan pada Pasal 90 UU Ketenagakerjaan.  

Namun, dalam UU Cipta Kerja, keputusan dua pasal di UU Ketenagakerjaan itu dihapuskan seluruhnya. Selain itu, UU Cipta Kerja menghapus hak pekerja/buruh mengajukan keinginan pemutusan pertalian kerja (PHK) kecuali mulai dirugikan oleh perusahaan.  

Pasal 169 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyatakan, pekerja/buruh sanggup mengajukan PHK kepada instansi penyelesaian perselisihan pertalian industrial kecuali perusahaan, di antaranya menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam.  

Pengajuan PHK terhitung sanggup dilakukan kecuali perusahaan tidak membayar upah tepat pas sepanjang tiga bulan berturut-turut atau lebih.  

Ketentuan itu diikuti ayat (2) yang menunjukkan pekerja dapat meraih duit pesangon dua kali, duit penghargaan masa kerja satu kali, dan duit penggantian hak sebagaimana diatur dalam Pasal 156.  

Namun, Pasal 169 ayat (3) menyebutkan, kecuali perusahaan tidak terbukti jalankan perbuatan seperti yang diadukan ke instansi penyelesaian perselisihan pertalian industrial, hak tersebut tidak dapat didapatkan pekerja.  

Pasal 169 ini seluruhnya dihapus dalam UU Cipta Kerja.  

Ada pun manfaat UU Cipta Kerja bisa dilihat pada gambar dibawah ini, pada gambar disediakan beberapa daftar manfaat dari UU Cipta Kerja itu sendiri.

Manfaat UU Cipta Kerja

Nah itu tulisan Ini Pasal-pasal Kontroversial dalam Bab Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja dan Manfaatnya, walaupun banyak kontroversinya tetapi juga mempunyai banyak manfaat bagi berbagai sektor, semoga kita bijak dalam mengambil keputusan.

Sumber kompas  

Artikel Terkait

Buka Komentar
Tutup Komentar

0 Response to "Ini Pasal-pasal Kontroversial dalam Bab Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja dan Manfaatnya"

Post a Comment

PERHATIAN

- Mohon untuk tidak berkomentar dengan bahasa yang kasar, menyebarkan spam dan berbau konten dewasa.
- Berkomentarlah sesuai pembahasan yang terkait konten saja.

- Kalau pun ada keluhan, semisal kesulitan mengunduh file yang ada, maka kamu bisa membaca dahulu step by step caranya.
- Kalau ada link mati/broken link, bisa segera melapor admin dengan kontak media sosial yang dicantumkan (wasap, twitter or fb).
- Semua file yang tersedia gratis tidak diperjual belikan oleh admin.

Semoga selalu bahagia.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel