Nasib Guru Honorer K2: Menahun Mengabdi Hanya Memeriahkan PPPK - Cendekiapedia -->
Nasib Guru Honorer K2: Menahun Mengabdi Hanya Memeriahkan PPPK

Nasib Guru Honorer K2: Menahun Mengabdi Hanya Memeriahkan PPPK

cendekiapedia.blogspot.com - Upah minimum kabupaten/kota Karawang naik dari Rp4.594.324 jadi Rp4.782.935 per bulan terhadap 2021. UMK ini jadi yang tertinggi di Jawa Barat. 

Namun gaji guru honorer Sodikin cuma Rp1.200.000 per bulan. Sodikin perlu lihai mencari sampingan demi memperpanjang napas istri dan anaknya. 


Seperti ini siasat hidup Sodikin: pagi hari, ia jadi guru honorer Pendidikan Agama Islam (PAI) SDN Cibalongsari I sampai pukul 13.00; Siang hari ia berdagang ke pasar atau melakukan apa pun yang mendatangkan uang; tetapi ia lebih teratur mengojek sampai pukul 21.00.

Ia mengojek sejak 2003. Mulanya ia pengojek konvensional. Sejak 2019, Sodikin jadi mitra Grab. “Saya tidak dulu meninggalkan ngojek. Karena itu penopang utama perekonomian kita di keluarga,” ujar Sodikin kepada reporter Tirto, Rabu (22/9/2021). 

Begitulah nasib Sodikin, 17 th. jadi guru honorer K2 menyambi sebagai pengojek. Lelah itu pasti. Keterbatasan pilihan hidup, mendorong Sodikin perlu pintar mengelola selagi istirahat. Tapi bagaimana juga, ia cuma manusia biasa, tidak kebal sakit. Sudah tiga hari Sodikin meriang. 

Sekujur tubuh demam. Hari pertama dan kedua, ia tetap kuat mengajar ke sekolah. Masuk hari ketiga, Sodikin tumbang. Terpaksa izin tak masuk kelas. Saat aku mengobrol bersama Sodikin, suaranya lantang. 

Ia seolah prima. Katanya, ia baru saja minum obat dan berkeringat. “Sekarang agak mendingan,” ujarnya. Sodikin jadi guru honorer sejak berusia 24 tahun. Ketika itu ia baru saja lulus Strata-1 PAI dari sebuah universitas. 

Lantaran kesulitan meraih pekerjaan, terpaksa Sodikin mengojek selagi waktu. Setahun mengojek, Sodikin bertemu orangtua kawannya, kebetulan seorang kepala sekolah SD. Orang tua itu menawarkan Sodikin jadi guru agama di sekolah tersebut. 

Sodikin menerima tawaran itu. Padahal gajinya kecil. Gaji awal Sodikin cuma Rp50 ribu per bulan. Nominalnya tak dulu beralih sampai 2007. Jauh lebih besar pendapatan mengojek selagi itu, kisaran Rp80 ribu sampai Rp100 ribu per hari. “Penghasilan guru jauh dan tidak mencukupi,” terangnya.

Kesejahteraan guru honorer bukan isu baru. Dan Sodikin bukan hanya satu guru honorer yang perlu menyambi demi sanggup bertahan hidup. Di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, ada guru honorer Sri Hariyati yang perlu hidup bersama suami dan dua orang anak bersama gaji Rp1 juta per bulan. 

Setengah dari UMR Kota Blitar Rp2.004.705. Tahun ini Sri memasuki th. ke-25 mengajar Bahasa Indonesia di SMPN 1 Kademangan, Krajan, Blitar. Setara bersama setengah usia Sri yang kini menjejak 51 tahun. 

Awal jadi guru honorer, Sri cuma digaji seribu rupiah per jam; Ia punyai pembagian 24 jam mengajar per Minggu. Dalam satu bulan, Sri mengantongi Rp96 ribu. Terbilang lamban, gaji Sri mengalami peningkatan. 

Pada 2012, Sri mendapat upah Rp550 ribu per bulan. Dan sejak 2017 sampai sekarang, ia selalu mengantongi Rp1 juta per bulan. Gaji minim selagi keperluan hidup tak sanggup berkompromi, mendorong Sri perlu mencari alternatif pemasukan. 

Ia menyambi berjualan busana sampai makanan. Kata lelah seolah tak tercatat dalam kamus hidup Sri. “Namanya tuntutan hidup. Saya mengikuti saja seperti alir mengalir,” ujarnya kepada reporter Tirto, Rabu (22/9/2021). 

Meski seolah tegar meniti kegetiran nasib, Sri sempat sudi menyerah jadi guru, selagi usianya menjejak 40 tahun. Namun kemauan itu ia urungkan sesudah mendapat kesempatan mengikuti sertifikat pendidik (SerDik). 

Lumayan untuk peningkatan kesejahteraan, pikirnya. Sesuai Permendiknas Nomor 72 Tahun 2008, bagi guru selalu bukan PNS yang punyai sertifikat pendidik tetapi belum punyai jabatan fungsional guru, diberikan tunjangan guru profesi sebesar Rp1,5 juta tiap-tiap bulan sampai bersama meraih jabatan fungsional guru. 

Selain gaji, beban kerja guru honorer jadi penderitaan lain bagi mereka. Tak jarang mereka bekerja bersama guru-guru PNS bermental bos; selalu mengandalkan guru honorer untuk isikan kelasnya yang kosong atau selagi aktivitas ekstrakurikuler, guru honorer diminta paling terdepan. 

“Kita seperti ban serep, meski tidak semua PNS begitu,” aku Sodikin. Terlebih selagi pembelajaran jarak jauh. Mereka merasakan jam yang lebih panjang daripada selagi normal. Mereka perlu sabar mengayomi murid-muridnya mengerjakan tugas. 

“Semaunya anak-anak saja, kadang tugas dikirim malam. Harusnya santai, aku perlu input nilai,” aku Sri. Baik Sodikin atau Sri jelas betul mereka tidak sejahtera jadi guru honorer. Ajaibnya mereka justru mengakrabi ketidakmujuran nasib. 

Mereka bertahan bertahun-tahun. Alasan mereka sederhana: cinta mendidik anak-anak Indonesia. “Daring begini kangen mirip anak-anak. Biasanya guyon, mendengarkan keluhan mereka. Ini yang membuat kita tak sudi berhenti, gara-gara telah terlalu cinta,” ujar Sri.

Kalau Sodikin justru mulai cemas ilmu yang ia peroleh dari perkuliahan jadi sia-sia dan tidak mempunyai keberkahan bagi dirinya. Sebab itu, ia menerima tawaran jadi guru, lengkap bersama risiko kesejahteraannya. 

“Ketika ilmu tidak diamalkan, bagai pohon tanpa buah,” tukasnya. Setelah mengabdi puluhan th. jadi guru honorer K2, kini mereka mengundi nasib dalam tes seleksi Pegawai Pemerintah bersama Perjanjian Kerja (PPPK) 2021.

Tak Mudah Menjadi PPPK Sodikin dan Sri Hariyati menyaksikan PPPK sebagai upaya mengubah kehidupan mereka jadi lebih sejahtera. Melalui berbagai persiapan seperti mengikuti simulasi CAT BKN, SIM PKB, dan berbagai tes-tes penunjang lainnya. 

Mereka meminta hari esok dapat lebih cerah ketimbang sekarang. Namun selagi tes dimulai, mereka kaget menyaksikan soal-soal yang rumit dan panjang. Sri menyebutnya seperti tengah membaca koran. Materi PPPK meliputi kompetensi teknis, kompetensi manajerial, kompetensi sosiokultural, dan wawancara. 

“Tahap satu stresnya minta ampun. Ibarat belum perang telah menyerah,” ujar Sri. Sodikin yang dulu beberapa kali mengikuti tes CPNS, mulai asing bersama materi PPPK. Dalam usianya sekarang, Sodikin mulai kerepotan perlu membaca soal yang panjang. 

“Dulu, kan, isinya cuma UUD dan pasal-pasal. Sekarang bentuk asumsi kayak koran saja,” ujarnya. Mereka terhitung mengeluhkan nilai ambang batas atau passing grade yang tinggi. Nilai ambang batas untuk guru Bahasa Indonesia sebesar 265 dan guru agama 325.

Plt Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Ristek Anang Ristanto dulu mengimbau para guru honorer K2, sehingga tidak cemas kecuali tidak lolos langkah pertama. Mereka sanggup mengikuti langkah ke-2 dan langkah ketiga. 

Namun menurut Sri, langkah ke-2 dan langkah ketiga bukan solusi. Sebab langkah ke-2 tantangannya lebih berat. Para guru honorer tua-tua dapat bersaing bersama para guru muda, guru swasta, dan guru-guru bersertifikat pendidik bersama afirmasi nilai 100 persen. 

Perihal afirmasi, Kemendikbud membuat aturannya, seperti ini: tambahan nilai 100 % bagi guru yang punyai SerDik, 15 % bagi guru berusia 35 th. lebih dan sekurang-kurangnya 3 th. mengajar, 10 % bagi guru honorer K2, dan 10 % bagi guru penyandang disabilitas. 

Sri meminta pemerintah beri tambahan para guru honorer tua kemudahan berupa: nilai ambang batas yang diturunkan dan afirmasi yang dinaikan. “Banyak yang passing grade-nya tak memenuhi. Setelah ditambah afirmasi, katakanlah 75 persen, nggak raih juga. Setelah ditambah K2 plus usia 35 tahun, terhitung tidak tercapai. 

Lalu pengabdian selama ini bagaimana,” tukasnya. Meski tergopoh-gopoh mengerjakan soal-soal, Sri sanggup bernapas lega. Ia meraih nilai tes 175 dan ditambah 125 dari nilai afirmasi jadi 300. Sementara nilai batas kelulusan untuk guru Bahasa Indonesia cuma 265. Ia cukup untung gara-gara telah punyai SerDik. 

Sementara Sodikin belum punyai SerDik. Ia perlu ekstra keras mengejar nilai. Ia meraih nilai akumulasi sebesar 365; hasil dari nilai tes 240 dan 125 dari afirmasi K2 dan usia 35 tahun. “Kita menunggu saja [pengumuman hasil] resminya," ujar Sri was-was. Tapi Sodikin tetap harap-harap cemas tak lulus. 

Ia perlu bersaing lagi dalam peringkat bersama ribuan pelamar lainnya. Sementara kuota formasi di Kabupaten Karawang cuma 994 CASN: 660 orang untuk PPPK dan 334 untuk ASN. “Jadi kita cuma peserta pemeriah saja kayaknya,” ujarnya setengah pasrah.

Sumber tirto
Edit @hakimlfc13

Artikel Terkait

Buka Komentar
Tutup Komentar

0 Response to "Nasib Guru Honorer K2: Menahun Mengabdi Hanya Memeriahkan PPPK"

Post a Comment

PERHATIAN

- Mohon untuk tidak berkomentar dengan bahasa yang kasar, menyebarkan spam dan berbau konten dewasa.
- Berkomentarlah sesuai pembahasan yang terkait konten saja.

- Kalau pun ada keluhan, semisal kesulitan mengunduh file yang ada, maka kamu bisa membaca dahulu step by step caranya.
- Kalau ada link mati/broken link, bisa segera melapor admin dengan kontak media sosial yang dicantumkan (wasap, twitter or fb).
- Semua file yang tersedia gratis tidak diperjual belikan oleh admin.

Semoga selalu bahagia.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel