Kebijakan PPPK Guru, Sudah Tepatkah? - Cendekiapedia -->
Kebijakan PPPK Guru, Sudah Tepatkah?

Kebijakan PPPK Guru, Sudah Tepatkah?

cendekiapedia.blogspot.com - Tahun ini pemerintah mengabaikan formasi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk guru. Sebagai gantinya, guru akan diangkat lewat formasi Pegawai Pemerintah bersama Perjanjian Kerja (PPPK). Kebijakan ini memetik kontroversi.


Dalam keterangannya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menunjukkan batas PPPK akan diakses hingga jumlahnya menggapai 1 juta guru nantinya.

Pemerintah menunjukkan bahwa kebijakan PPPK ini merupakan satu solusi untuk menanggulangi masalah guru honorer atau guru kontrak di daerah-daerah yang sepanjang ini kesejahteraannya tetap memprihatinkan.

Banyak guru yang gajinya jauh di bawah Upah Minimum Regional (UMR) daerah bersangkutan. Banyak yang akhirnya mempunyai pekerjaan sampingan sebagai pengojek, terhubung lembaga les belajar, atau mengajar di banyak tempat, agar justru tidak optimal dalam mendampingi siswa-siswinya belajar.

Kebijakan PPPK agaknya menjadi semacam kompromi untuk menaikkan standar gaji guru honorer, namun statusnya pada hakikatnya tetap, yaitu tetap saja merupakan guru kontrak yang mampu saja diputus kontrak kerjanya dan tidak mendapat pensiun. 

Alasan lain sebagaimana dikemukakan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) bahwa guru yang berstatus sehabis 4 atau 5 tahun mengajar minta ganti dan akhirnya mengacaukan distribusi guru secara nasional.

Namun alasan tersebut memang tidak semata-mata cuma mampu diatasi lewat kebijakan PPPK. Kebijakan ikatan dinas mampu saja memang diperbarui agar distribusi guru tetap merata di seluruh Indonesia. 

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) bereaksi keras bersama menunjukkan bahwa kebijakan PPPK ini melukai para guru, apalagi merendahkan martabat guru.

Alasan utama berasal dari penolakan pada PPPK adalah hilangnya kepastian kerja, karena PPPK merupakan mekanisme kontrak kerja pada guru dan pemerintah. Guru yang berstatus sebagai PPPK merupakan tenaga kontrak, sekurang-kurangnya dikontrak sepanjang satu tahun dan mampu diperpanjang kembali. 

Artinya, mampu saja guru PPPK tidak diperpanjang kembali kontraknya sebagai guru.

Soal Kesejahteraan

Sebenarnya sejak lama isu kesejahteraan guru menjadi polemik. Bukan saja soal gaji guru honorer yang jauh di bawah UMR, melainkan terhitung kesejahteraan dan tunjangan guru swasta maupun yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). 

Jika ditarik ke belakang, munculnya kebijakan sertifikasi guru terhitung didasari oleh motif peningkatan kesejahteraan guru, oleh karena itu banyak studi menunjukkan bahwa sertifikasi guru tidak dan juga merta menaikkan mutu pembelajaran di kelas (lihat jikalau Fahmi et al., 2011; Syahril, 2016).

Terlepas berasal dari masalah yang melingkupinya, kesejahteraan guru menjadi hal yang dituntut oleh para guru sejak lama meskipun dalam realitasnya tidak tetap mampu seiring seiring bersama mutu guru. Lebih lanjut, kesejahteraan guru menjadi isu sentral mengenai bersama penghargaan dan pemuliaan martabat guru. 

Secara teoretik, posisi guru sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Artinya, guru menjadi garda depan berasal dari salah satu usaha mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Penghargaan pada guru sudah semestinya diberikan karena posisinya yang sangat penting tersebut. Namun penghargaan tersebut pasti wajib cocok bersama kinerja guru. Kebijakan sertifikasi guru menjadi masuk akal di sini. 

Namun ketimpangan tetap terjadi, yaitu pada guru honorer dan sekolah swasta pinggiran. Walau secara faktual mereka kinerjanya lebih bagus berasal dari guru PNS, kesejahteraan mereka tetap memprihatinkan.

Meningkatkan kesejahteraan guru lewat peningkatan gaji dan tunjangan merupakan penghargaan yang menjadikan guru lebih mampu fokus pada tugasnya sebagai guru. Dengan gaji dan tunjangan yang cukup, guru akan mampu memfokuskan dirinya dalam menggerakkan tugasnya secara profesional sebagai guru di sekolah.

Di negara-negara maju yang lumayan menghormati profesi guru biasanya memang gajinya besar layaknya di Finlandia dan Singapura misalnya. Namun pasti saja besarnya gaji tersebut seimbang bersama tuntutan profesi dan kinerjanya. 

Belajar berasal dari kebijakan sertifikasi guru, pasti soal mutu guru tidak mampu ditingkatkan lewat peningkatan gaji dan tunjangan semata. Perlu terhitung reformasi pendidikan calon guru (pre-service teacher education) dan pelatihan guru yang berkesinambungan (in-service teacher education).

Secara sosiologis, standing guru sebagai PNS merupakan jaminan kesejahteraan, oleh sebab itu tetap dilirik oleh para guru. Ada kepastian soal gaji dan tunjangan, terhitung karier. Menjadi guru non-PNS oleh sebab itu kerap dipandang sebelah mata, terutama oleh kalangan yang dambakan kepastian karier dan masa depan kerja.

Di segi lain memang banyak terhitung guru yang melihat justru menjadi PNS akan banyak menghindar pencapaian diri, karena banyak sekali ketentuan soal penilaian angka kredit, kepangkatan, supervisi, dan lainnya yang ribet dan berbelit-belit. 

Beberapa studi terhitung apalagi menunjukkan bahwa mentalitas PNS justru menghindar capaian profesionalitas guru. Studi Bjork (2005) jikalau menunjukkan guru PNS lebih patuh pada ketentuan PNS ketimbang kebijakan pengembangan profesionalitas guru yang lebih esensial.

Menimbang Solusi

Agar rasa keadilan mampu terpenuhi, agaknya akan lebih tepat kalau pemerintah tetap terhubung dua jalan bagi guru yang tetap merasa bahwa pengabdian mereka akan terjamin dikala berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), yaitu lewat seleksi CPNS dan PPPK. Walau jelas bahwa standing PNS bukan jaminan peningkatan mutu guru, melainkan jaminan kepastian kerja, gaji, tunjangan, dan karier.

Hal yang wajib dipikirkan kembali soal kesejahteraan ini adalah 
  • (1) bisakah pemerintah mendorong guru yang nantinya berstatus PPPK aman statusnya? Artinya, tidak di-PHK di sedang jalan karena motif politis, bukan profesionalitas kerja; dan 
  • (2) bisakah pemerintah mendorong PT. Taspen untuk berusaha mereka terhitung mendapat duwit pensiun nantinya? Misalnya bersama potong gaji tiap bulan, toh gaji PPPK disamakan bersama PNS.

Kedua hal tersebut penting, karena itulah yang sepanjang ini disoal oleh para guru honorer dikala mereka terombang-ambing dalam kontrak kerja bersama gaji minim. Mereka sudah kenyang pengalaman bekerja dalam tekanan ekonomi dan politik, yaitu mengerjakan apa saja yang diperintahkan oleh oknum senior di sekolah meskipun tanpa imbalan atau penghargaan serupa sekali cuma agar ia mampu bertahan bekerja sebagai guru.

Dalam isu kesejahteraan guru ini, bersama jenjang karier dan gaji yang serupa pada guru PPPK dan PNS, soal kepastian kerja dan pensiun wajib mendapat perhatian lebih.

Edi Subkhan pengajar Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang

Sumber detik
Edit @hakimlfc13

Artikel Terkait

Buka Komentar
Tutup Komentar

0 Response to "Kebijakan PPPK Guru, Sudah Tepatkah?"

Post a Comment

PERHATIAN

- Mohon untuk tidak berkomentar dengan bahasa yang kasar, menyebarkan spam dan berbau konten dewasa.
- Berkomentarlah sesuai pembahasan yang terkait konten saja.

- Kalau pun ada keluhan, semisal kesulitan mengunduh file yang ada, maka kamu bisa membaca dahulu step by step caranya.
- Kalau ada link mati/broken link, bisa segera melapor admin dengan kontak media sosial yang dicantumkan (wasap, twitter or fb).
- Semua file yang tersedia gratis tidak diperjual belikan oleh admin.

Semoga selalu bahagia.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel